Paklek Man
Kumpulan Crito gawe arek-arek cilik, untuk mengugah kreativitas arek-arek cilik.
Senin, 26 Maret 2012
Sabtu, 11 Februari 2012
Teman Baik yang Khianat
Muka-ku
memerah, sedang marah besar. Rasanya kepala-ku mau pecah saat ini juga.
“Grrrrhhhh!!!! Aku benci padamu, Morin!”, gumam-ku dalam hati.
Tiba-tiba Sylvia, kakak-ku, datang. “Ada apa, Venda? Kamu kayaknya lagi
marah, deh! Coba cerita sama kakak ada apa….”, bujuk Kak Sylvia. “Ah,
kakak nggak perlu tahu! Ini masalahku sendiri,”, kataku dengan senyum
di bibir. Padahal, saat itu aku masih ada rasa benci dengan Morin.
“Ayolah, Venda…. Kamu dulu sudah pernah bilang sendiri, kan? Di
keluarga kita ini nggak ada lagi yang namanya rahasia-rahasiaan. Kita
harus saling terbuka satu sama lain,”, kata Kak Sylvia. “Maafkan Venda,
ya, Kak… Dulu, memang Venda pernah berkata seperti itu. Namun sekarang
aturan itu sudah hilang. Venda maaf… banget.”, kataku merahasiakan.
Kak Sylvia duduk disampingku, duduk diatas kasur. “Venda, Kakak janji,
kok, nggak akan ada yang tahu tentang ini. Dan Venda tenang saja,
karena Kakak nggak akan bocorin rahasia ini ke siapapun.”, kata Kak
Sylvia. “Kakak janji?”, Kak Sylvia mengangguk. “Nggak akan beritahu ke
siapapun termasuk ke Mama Papa?”, tanyaku. “Ok, rahasiamu aman
ditanganku,”, kata Kak Sylvia.
Aku mengangguk mantap. Sebenarnya… aku tidak mau memberitahukan ke
siapapun tentang ini. Tapi… aku sendiri sudah mengatakan bahwa di
keluarga ini tidak ada lagi rahasia-rahasiaan. “Ok, Kak… Kakak janji,
ya, jangan bilangin ke siapa-siapa.”, kataku. “Iya, bukannya kamu sudah
bilang tadi?”, tanya Kak Sylvia.
“Cerita ini sangat mengharukan. Tadi, waktu aku istirahat di sekolah,
aku menghampiri Morin, Aminah, Hanni, dan Henna. Saat itu Morin
bertanya padaku; “Ibumu namanya Bu Syalabiyyah, kan?”. Lalu aku
menjawab; “Kalau iya, memang kenapa?”. Tapi dia malah mengejek;
“Syalabiyyah, kalau ditengah-tengah huruf a dan b ditambah huruf h jadi
apa? Terus, huruf y itu dibuang. Jadi apa coba?”. Aku menjawab;
“Salahbiyyah?”. Dia malah tambah mengejek; “Coba kata ‘biyyah’ nya kamu
hapus.”. Aku lalu berseru marah; “Apa?! Kamu mengejek Mama-ku, ya?!”.
Aku lalu pergi ke kantor, dan melaporkan kronologis itu pada Bu Ririn,
begitu,”, uraiku sedih.
“Lalu, apa yang dikatakan Bu Ririn pada anak-anak nakal,
itu?”, tanya Kak Sylvia, matanya memerah, seraya menahan tangis.
“Anak-anak! Kalian harus meminta maaf pada Venda. Dia kan, kasihan.
Masa orangtuanya kalian ejek. Kalian harus tahu, mengejek orangtua
teman itu sama saja mengejek orang tua sendiri.”, jelasku.
“Lalu?”, tanya Kak Sylvia. “Lalu mereka saling tunjuk, dan aku memberi
tahu pada Bu Ririn, bahwa hanya Morin yang mengejek. Morin tertunduk,
lalu meminta maaf.”, jelasku. “Apakah kamu memaafkan Morin? Aku ingin
tahu jawabmu,”, ujar Kak Sylvia. “Tidak akan!”, seruku.
Keesokan harinya….
Saat istirahat tiba, aku tidak menghampiri teman baikku yang kini telah berubah, Morin. Namun, aku masih memiliki teman baik yang
banyak. Dulu sih… Morin akrab sekali denganku. Atau bisa dibilang Morin
dan aku adalah best friend atau nama lainnya sahabat sejati. Namun kini
tidak lagi. Sekarang dia, best friend-ku itu telah menjadi bad friend,
atau teman buruk. Ya… tidak sampai bad friend-lah. Paling hanya sebatas
benci. Meski aku tahu dia hanya bercanda, tapi bercandanya itu sudah
jauh diluar batas.
Aku menghampiri Ghiani dan Putri. “Ghiani, Putri, kita main, yuk!”,
ajakku. “Aduh… sayang sekali, Venda. Padahal kami mau mengajak Morin
bermain.”, kata Ghiani. “Jangan cemas Ghiani… kita bisa mengajak Venda
bermain bersama dengan Morin bukan?”, kata Putri.
“Apa? Morin?! Aku bilang pada kalian ya…. Teman baikku itu….” “Sttt….
diam dulu, dia akan datang kesini. Lihat saja!”, sahut Ghiani. “Venda,
kita main, yuk!”, ajak Morin sambil menggandeng tanganku. “Sorry
banget, Rin, aku mau…”, aku tak bisa melanjutkan kata-kataku.
“Aku kan sudah minta maaf sama kamu dengan kejadian kemarin. Kamu nggak
memaafkan aku, ya?”, Morin menaikkan alisnya. “B-bukan begitu, Morin,
aku hanya… Aku juga minta maaf, selama ini kita sudah menjadi best
friend, tapi kini tidak lagi…”, kataku.
“Apa? K-kamu tidak memaafkan aku? Kita memang sudah menjadi best friend
sedari dulu, Venda. Aku kan sudah minta maaf. Tapi apakah kamu tidak
mau memaafkan aku? Teman baikmu sendiri. Dan sekarang kamu sudah
menganggapku sebagai bad friend? Begitu?”, ujar Morin dengan marah.
Astaga! Aku tak menyangka kalau Morin tahu apa yang ada di pikiranku.
“Tidak sampai bad friend, Morin…”, kataku. “Lalu? Apa maksudmu
melakukan semua ini?”, tanya Morin. “Aku sangat minta maaf Morin. Meski
aku tahu kamu hanya bercanda, tapi bercanda-mu sudah diluar batas. Dan
itu tidak baik,”, kataku, lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.
Morin berusaha mengejarku. “Maafkan aku Venda… Maafkan aku… Aku sungguh
minta maaf padamu. Semua ini hanyalah bercanda. Maafkan aku kalau semua
ini aku salah. Tapi jangan membenciku, Venda… Aku juga tidak akan
membencimu. Tapi aku mohon padamu untuk memaafkan aku. Semoga nasi
belum menjadi bubur. Sungguh, aku minta maaf, Venda…”, mata Morin
memerah, seperti menahan tangis.
“Ok, aku akan maafkan kamu, tapi kamu harus berjanji tidak akan
mengejek seperti itu lagi.”, Morin mengangguk, matanya kini
berbinar-binar. “Seorang ibu adalah pahlawan terbesar
untuk kita. Meski pahlawan RI memiliki jasa yang besar, tapi ibu-lah
yang memiliki jasa paling besar.”, kataku. “Jadi… kamu memaafkan aku?
Terima kasih banget,
ya, Ven! Soalnya dosa mengejek orang tua itu sangatlah besar. Dan aku
juga tahu, kalau arti dari Syalabiyyah itu adalah cantik, sama seperti
ibumu. Ibumu juga cantik.”, puji Morin.
Bunga Mawar Yang Baik
Di sebuah kebun tumbuhlah dua pohon mawar
merah dan putih. Mawar merah selalu marah-marah karena hal-hal yang
sepele sedangkan mawar putih selalu baik hati. Jika mawar merah marah,
mawar putih hanya diam mengalah. Meskipun dimarahi, mawar putih selalu
membalas kebaikan pada mawar merah.
Sifat pemarah mawar
merah makin hari makin bertambah dan setiap marah, mawar merah selalu
melemparkan kotoran ayam ke mawar putih. Sekarang di sekitar mawar
putih itu banyak kotoran ayam yang sudah kering.
Ajaibnya, justru karena kotoran ayam itu mawar putih semakin subur dan dari batangnya muncul bunga-bunga yang indah dan harum. Sedangkan mawar merah karena marah terus, batangnya kurus dan tak berbunga.
Suatu hari datanglah pemilik kebun itu. Ia senang sekali melihat mawar
putih yang subur indah. Ia bersihkan rumput di bawahnya sehingga mawar
putih semakin sehat. Sedangkan mawar merah yang kurus kering dan tak
berbunga itu dicabutnya dan dibuang kedalam sampah.
Nah, adik-adik marilah kita mohon pada Tuhan agar kita dapat selalu sabar.Orang sabar itu dicintai Tuhan.
Hikayat Bunga Kemuning
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana.
Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak
mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal
ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh
oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka
hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau
membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung
bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila,
Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan
Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka.
Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari
jauh. Meskipunkecantikan mereka
hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat
manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah
kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh
daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua
puteri-puterinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah
yang kalian inginkan?” tanya raja.
“Aku ingin perhiasan yang mahal,” kata Puteri Jambon.
“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak
raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain
halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan
ayahnya.
“Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.
“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan
selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak lama
kemudian, raja pun pergi.
kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka
sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti
mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu,
pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat
sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa
ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu.
Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan
dahan-dahan pohondipangkasnya
hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning
tetap berkeras mengerjakannya. Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat
adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita punya
pelayan baru,” kata seorang diantaranya.
“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil
melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan.
Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian
tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam
hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi
berbagai perintah kakak-kakaknya.
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan
apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri
Kuning dengan marah.
“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila.
Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi
setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di
istana, kesembilan puterinya masih bermain di danau, sementara Puteri
Kuning sedang merangkaibunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.
Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa
selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata
sang raja. Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di
berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.
“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar
dengan bajuku yang berwarna kuning,” kata Puteri Kuning dengan lemah
lembut.
“Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk
ayah,” ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh,
kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling
memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi
menanyakan hadiahnya.
Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung
barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu
menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!” katanya dengan
perasaan iri.
“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka.
“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus
mengajarnya berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk
merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning muncul.
Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka,
pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal.
“Astaga! Kita harus menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka
beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman
istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia tak
menginginkannya lagi. Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang
tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa.
Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri
Kuning!” teriaknya.
Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan,
tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. “Aku ini ayah yang
buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk
belajar dan mengasah budi pekerti!” Maka ia pun mengirimkan
puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri
sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning
yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang
raja heran melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah
puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih
kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri
Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!” kata raja dengan senang.
Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga
kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai
untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat
orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan
kebaikan.
Pohon Yang Egois
Di sebuah padang luas tumbuhlah banyak pohonyang subur. Dari akar pohon-pohon itu mengalirlahsungai di bawahnya yang airnya sangat jernih.
Di antara pohon-pohon itu, adalah sebatang pohon yang egois.
Ia ingin hidup sendiri supaya segalanya dapat ia miliki sendiri.Maka
dicarilah akal agar pohon-pohon yang lain pergi dari situ. Dengan akal
jahatnya, pohon-pohon itu tidak kerasan dan pergi satu persatu. Kini
jadilah pohon yang jahat itu tinggal sendirian.
Ia senang sekali karena ia dapat menikmati segalanya sepuasnya tanpa berbagi dengan pohon lain.
Namun kegembiraannya itu tak berlangsung lama. Malam hari ia ketakutan
sendirian. Ketika ada angin kencang ia hampir roboh tak mampu bertahan.
Yang sangat menyedihkan adalah air sungai yang dulu melimpah, kini
mengering karena tempat itu menjadi gundul. Pohon itu kekurangan air
Sekarang ia menangis siang dan malam karena menderita.Ia memanggili
pohon-pohon yang dulu ia usir supaya kembali lagi tetapi tak satupun
mau. Karena selalu bersedih, pohon itu menjadi sakit, tubuhnya kurus
dan akhirnya mati.
Buluh Perindu
Adalah
serumpun bambu yang subur di tengah sawah. Oleh penduduk sekitar
bambu-bambu itu sering ditebang untuk bangunan rumah misalnya : tiang,
kaso, reng, dinding atau gedek. Bambu juga dapat dimuat untuk tempat
tidur, meja, kursi, jembatan dan lain-lain. Diantara bambu-bambu yang
besar itu, adalah sebatang bambu yang kecil kurus. Setiap hari ia
selalu diejek dan dihina sehingga ia bersedih dan menangis.Saking
sedihnya ia berdoa agar cepat dipanggil Tuhan.
Pada suatu hari datanglah seorang penebang bambu dan memilih bambu
kecil itu untuk ditebang. Setelah itu bambu-bambu itu tidak mendengar
lagi berita dari bambu kecil itu. Barulah suatu hari datanglah Sang
Angin yang membawa bau wangi dari keraton yang membawa berita bahwa
bambu yang kecil kurus itu telah dijadikan buluh perindu oleh
Sang Raja. Buluh perindu itu jika ditiup akan mengeluarkan bunyi yang
indah yang membuat setiap pendengarnya menjadi bahagia.
Karena kasiatnya, buluh perindu itu dibungkus dengan sutera dan
disimpan dalam kotak yang sangat elok. Buluh kurus kecil yang dulu
selalu dihina sekarang menjadi penghibur bagi setiap orang.
Mendengar cerita Sang Angin, buluh-buluh besar yang dulu selalu menghina sekarang minta maaf dan berjanji akan hormat kepada siapa saja.
Mendengar cerita Sang Angin, buluh-buluh besar yang dulu selalu menghina sekarang minta maaf dan berjanji akan hormat kepada siapa saja.
Naga Sabang dan Dua Raksasa Seulawah
Pada
suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu
pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan
oleh selat barisan yang sangat sempit, diselat itu tinggalah seekor
naga bernama Sabang, pada masa itu di kedua belah pulau tersebut
berdiri dua buahkerajaan bernama
Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru di pimpin oleh Sultan
Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam di pimpin oleh
Sultan Alam berada dipulau bagian barat. Sultan Alam sangat Adil dan bijaksana kepada
rakyatnya dan sangat pintar berniaga sehingga kerajaan Alam menjadi
kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan Sultan Daru sangat kejamkepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal saudagar yang melintasi perairannya.
Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.
Maka pada suatu hari dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku
Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi
selalu di halangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang
yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.
“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu
mati makan kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang
mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”,
jelas Tuanku Gurka.
“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.
“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.
“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah
Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”,
tambah Tuanku Gurka.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan
Alam, ” Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru
kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Selawah Agam dan Seulawah
Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.
“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.
“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan
berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu
berlari kegunung yang
tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang
yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.
Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,”
Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.
Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai.
Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikn pertarungan seru tersebut
dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil
menebas pedangnya ke leher sang naga.
Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan
berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya,
maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.
Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil
melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut,
“Sabaaaaang!, sabaaaang!, sabaaang!” panggil Sultan Alam.
“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah
mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil
menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.
Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga
terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak
ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.
Tak lama setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga
ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira
ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut
ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari
menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.
Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau
Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam
oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh
gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak
mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur
berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadi
mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.
Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang
Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota
yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di
dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai
bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan
tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan
Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut
pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.
Langganan:
Postingan (Atom)