Naga Sabang dan Dua Raksasa Seulawah
Pada
suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu
pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan
oleh selat barisan yang sangat sempit, diselat itu tinggalah seekor
naga bernama Sabang, pada masa itu di kedua belah pulau tersebut
berdiri dua buahkerajaan bernama
Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru di pimpin oleh Sultan
Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam di pimpin oleh
Sultan Alam berada dipulau bagian barat. Sultan Alam sangat Adil dan bijaksana kepada
rakyatnya dan sangat pintar berniaga sehingga kerajaan Alam menjadi
kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan Sultan Daru sangat kejamkepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal saudagar yang melintasi perairannya.
Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.
Maka pada suatu hari dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku
Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi
selalu di halangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang
yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.
“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu
mati makan kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang
mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”,
jelas Tuanku Gurka.
“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.
“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.
“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah
Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”,
tambah Tuanku Gurka.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan
Alam, ” Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru
kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Selawah Agam dan Seulawah
Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.
“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.
“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan
berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu
berlari kegunung yang
tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang
yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.
Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,”
Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.
Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai.
Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikn pertarungan seru tersebut
dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil
menebas pedangnya ke leher sang naga.
Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan
berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya,
maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.
Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil
melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut,
“Sabaaaaang!, sabaaaang!, sabaaang!” panggil Sultan Alam.
“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah
mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil
menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.
Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga
terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak
ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.
Tak lama setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga
ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira
ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut
ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari
menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.
Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau
Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam
oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh
gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak
mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur
berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadi
mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.
Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang
Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota
yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di
dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai
bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan
tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan
Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut
pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar